WCR Bertandang ke Kota Seoul untuk Menjadi Pembicara di Global Policy Dialogue to Advance the Prevention and Elimination of Technology-Facilitated Gender-Based Violence

WCR Indonesia

06 January 2025

Pada November 2024 yang lalu, WCR Indonesia diundang menjadi pembicara serta partisipan dalam sebuah konferensi internasional yang diadakan oleh UNDP Seoul Policy Centre dan Korean National Police Agence (KNPA) berjudul, “Global Policy Dialogue to Advance the Prevention and Elimination of Technology-Facilitated Gender-Based Violence.”  Konferensi yang diadakan di kota Seoul, Korea Selatan ini mengundang berbagai pembicara dan partisipan yang berasal dari beberapa latar belakang mulai dari kelompok masyarakat sipil, pemerintah, kepolisian dan badan UN itu sendiri dari negara-negara mitra UNDP lainnya, seperti Indonesia, Pantai Gading, Makedonia Utara, Bangladesh, Bosnia dan Herzegovina, Georgia dan tentunya Korea Selatan. 

Pertemuan global ini dibuka langsung oleh Mr. Lee Jun Hyeong (Director General for International Cooperation Bureau) dan Ms. Anne Juepner (Director of UNDP Seoul Policy Centre). Tidak hanya itu, beberapa pejabat dari berbagai stakeholders juga memberikan pidato selamatnya seperti Mr. Cho Ji Ho (Commissioner General KNPA), H.E. Lee Inseon, MP (Chairperson of Gender Equality and Family Committee, National Assembly of the Republic of Korea), H.E. Lee Sang-min (Minister of the Interior and Safety of the Republic of Korea) dan juga H.E. Mr. Ban Ki-moon (The 8th Secretary General of the United Nations).


Tujuan dari pertemuan ini adalah untuk berbagi pengalaman serta hal-hal yang bisa dipelajari dari negara masing-masing dengan berbagai perspektif yang berbeda. Misalnya, dengan mempresentasikan penemuan riset dan perkembangan informasi mengenai tantangan dalam kasus TF GBV baik dari kelompok masyarakat sipil maupun kepolisian, membagikan pengalaman inisiatif-inisiatif baru yang dilakukan kelompok masyarakat sipil serta kepolisian untuk merespon, mencegah dan mendukung korban kasus TF GBV. Melalui pertemuan ini pula, para partisipan dapat memperluas jaringan kerjanya dan memperkuat modal bagi kerja sama serta advokasi di masa yang akan datang. 


Secara umum terdapat enam topik kunci yang dibahas dalam pertemuan global ini yaitu memahami dinamika kasus TF GBV, pentingnya kerangka hukum, peran lembaga penegak hukum, peran kelompok masyarakat sipil dan kesempatan untuk berkolaborasi dalam merespon dan mencegah TF GBV. Delegasi Indonesia berkesempatan memberikan ceramah dalam sesi peran lembaga penegak hukum dalam mengatasi TF GBV yang diwakili oleh mitra kami yaitu Lemdiklat Polri serta dalam sesi peran kelompok masyarakat sipil dalam menginisiasi program yang mendukung korban TF GBV. 

Peran dan Inisiatif Lembaga Penegak Hukum di Indonesia dalam Membasmi TF GBV

Pada hari pertama, delegasi dari Indonesia, Brigjen Dr. Susilo Teguh Raharjo (Karo Bindiklat Lemdiklat Polri) dan Selina Prameswari (Co-Founder dan Head of Research and Development WCR Indonesia), tampil dalam presentasi gabungannya yang menjelaskan tentang beberapa inisiatif Lemdiklat Polri mengedepankan pendidikan dan pelatihan bagi polisi di Indonesia yang terkait dengan penanganan kasus TF GBV. Misalnya, penguatan regulasi untuk meningkatkan pelatihan polisi dalam Peraturan Presiden No. 20/2024 tentang Perubahan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) menjadi Direktorat PPA-PPO serta Peraturan Kapolri No. 13/2024 untuk melanjutkan peresmian direktorat ini. 

    

Melalui regulasi inilah, Lemdiklat Polri juga terus mengembangkan kurikulum dan bahan ajarnya untuk beradaptasi dengan kasus-kasus TF GBV dengan melihat literasi yang linear, kerjasama dengan berbagai pihak, hingga meningkatkan akses pendidikan dan pelatihan bagi para polisi wanita. Selain itu, sesi ini juga diisi oleh pembicara dari Kepolisian Bosnia dan Herzegovina, khususnya dalam Departemen Pemberantasan Kejahatan Komputer, serta Departemen Kejahatan Teknologi Tinggi di Kementerian Dalam Negeri Republika Srpska, Federasi Bosnia dan Herzegovina.

Berbagai Inisiatif Kelompok Masyarakat Sipil dalam Mendukung Para Penyintas serta Mencegah Kembalinya TF GBV 

Sedangkan hari kedua, Dr. Margaretha Hanita, S.H., M.Si. (Founder dan Director WCR Indonesia) bergabung dalam satu panel diskusi dengan Alan Greig (Peneliti Independen, Gender Team UNDP), Martin Nacevski (Project Manager UNDP Makedonia Utara), Ana Lobzhanidze (Gender Advisor UNDP Georgia) dan Robo Nadiradze (Project Analyst on Women’s Political Empowerment, UNDP Georgia). Dalam presentasinya, WCR Indonesia membahas mengenai program-program yang dilakukan untuk mencegah TF GBV serta tantangannya di Indonesia. Kami juga berdiskusi dengan mitra kami dalam mempresentasikan inisiatif lainnya seperti dari tim Awas KBGO! - SAFEnet dan What If It Was You (#WIIWY) Aktivisme Digital di TikTok oleh FISIP UI Angkatan 2021. Makalah singkatnya dapat dibaca di bawah ini. 

    

Selain itu, delegasi WCR Indonesia juga terlibat aktif dalam diskusi fokus terarah yang membahas tentang peran mekanisme kerjasama dalam menangani TF GBV. Setidaknya, delegasi WCR Indonesia memberikan masukan terkait pengalaman kelompok masyarakat sipil, pemerintah dan penegak hukum di Indonesia dan Asia Tenggara. Misalnya, di Indonesia, mekanisme kerjasama memang sudah ada, namun pertemuannya tidak selalu rutin dan masih banyak tantangan dalam menyatukan suara dari berbagai aktor yang memiliki ego sektoral masing-masing. 

   

Tidak hanya itu, WCR Indonesia juga percaya bahwa perlu juga adanya strategi alternatif dalam menangani TF GBV, mulai dari bekerja sama dengan berbagai komunitas (termasuk komunitas disabilitas, masyarakat adat dan komunitas termarjinalkan lainnya), perusahaan telekomunikasi, ahli teknologi, akademisi, penegak hukum, pemerintah daerah, pemerintah pusat, dan aktor lainnya yang berkaitan. Misalnya, jika di tingkat komunitas, karena keterbatasan sumber daya manusia dan akses akan berbagai layanan korban, perlu adanya tokoh-tokoh penggerak di komunitas yang menjadi konselor (peer-counselor). 

Dari Seoul, Kami Belajar Bahwa…

Pertama, penanganan TF GBV yang masih terus menjadi perhatian global menjadi peluang strategis untuk menguatkan komitmen pemerintah Indonesia dalam memberantas TF GBV serta memberikan pelayanan yang layak bagi setiap penyintas kekerasan. Pada tingkat nasional, Indonesia telah meresmikan UU TPKS tahun 2022 lalu dan hingga sekarang regulasi pendukungnya masih terus dikerjakan, begitu juga misalnya di tingkat kepolisian yang baru saja mengembangkan Direktorat PPA-PPO. Tidak hanya itu, pemerintah terbaru juga menempatkan seorang menteri perempuan di Kementerian Komunikasi dan Digital, sehingga ini bisa menjadi kesempatan berharga bagi pemerintah Indonesia untuk mengembangkan penanganan TF GBV yang masih sangat tertinggal di Indonesia. 

Kedua, melihat berbagai peluang yang dimiliki Indonesia, mulai dari kerangka hukum yang sudah ada serta pengorganisasian institusi yang lebih pro terhadap penyintas kekerasan, faktor penting seperti sumber daya manusia masih perlu dikejar lagi. Pasalnya, kapasitas penanganan kasus TF GBV di Indonesia masih belum merata dan memadai, baik di kalangan penegak hukum, kelompok masyarakat sipil dan berbagai aktor lainnya. Apalagi, jika dikaitkan dengan kasus yang memiliki tingkat teknologi yang cukup canggih, hal ini makin menantang bagi mereka semua. 

Terakhir, belajar dari para delegasi lainnya, menangani TF GBV bukanlah hal yang mudah, bahkan sangat sulit, sehingga tidak bisa dilakukan sendirian. Kita perlu meningkatkan kolaborasi dengan berbagai aktor yang berkaitan dan tentunya yang peduli dengan penyintas kekerasan. Kolaborasi ini tentu saja bukan hanya tanggung jawab pemerintah, penegak hukum dan masyarakat sipil, kita bisa belajar dari perusahaan telekomunikasi di Korea Selatan yaitu KakaoTalk serta lembaga independen di Australia bernama eSafety Commissioner. 

Lihat Lebih Lanjut:

Brief Paper Delegasi WCR Indonesia

Rilis Pers UNDP Seoul Policy Center

Ditulis oleh: Selina Prameswari